BAB 1
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Budaya adalah suatu cara hidup yang
berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari
generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk
sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan,
dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak
terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya
diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan
orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya,
membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Begitu banyak kebudayaan di
Indonesia, namun kali ini yang akan saya bahas pada makalah ini adalah tentang
kebudayaan Suguhan Makanan Tersaji dalam Tiga Gelombang yang berasal dari kota
Pontianak.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Seperti
apa budaya Suguhan Makanan Tersaji dalam Tiga Gelombang itu?
2. Bagaimana
kebudayaan tersebut dilaksanakan ?
3. Apa
nilai-nilai yang terkandung dalam kebudayaan tersebut ?
C. TUJUAN
PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah
untuk menambah pengetahuan tentang kebudayaan di kota Pontianak dan untuk
memenuhi tugas Pengembangan Pendidikan IPS di SD
BAB
II
PEMBAHASAN
Tiga gelombang yang disebut dengan
tiga sesi hidangan yang berbeda undangan yang hadir pada suatu majelis.
Biasanya ada kesepakatan dari ahli tuan rumah berupa nasi putih, sayur ikan
pedas, sambal belacan,ayam,ikan asin,pisang raja atau pisang hijau, bahkan juga
ada ditambah dengan makanan khas cencalok (anak udang halus yang diberi
sambal), buduk” seperti biasa jika kepala paret sudah selesai makan diikuti
dengan yang lain dengan meletakan sendok dengan cara terbalik, akan tetapi
umumnya dilakukan dengan mengunakan tangan, tanpa sendok. Untuk acara kedua
dimulai lagi seperti semula. Lazim disebut dengan gelombang kedua juga dengan
kata-kata menunggu gelombang ke dua berupa hidangan pencuci mulut, kue-kue
dengan segelas kopi dalam ukuran cawan kecil disebut dengan kopi mak jande”,
kue berupa bingke berendam, belodar, roti kap. Pada acara berikut dengan
menunggu gelombang ke tiga hidangan yang dikeluarkan ialah air serbat (air yang
terbuat dari ramuan berwarna merah hati). Air serbat (aek penguser) sebagai
tanda yang disebut dengan kode” bahwa acara sudah berakhir bagi undangan segera
meninggalkan tempat jamuan. Akhir acara kepala paret menunjuk seseorang untuk
membaca salawat nabi. Dalam acara makan saprahan tidak bisa dikerjakan
sembarangan karena setiap tata cara mengandung kearifan local dan penuh dengan
nilai-nilai yang dalam hal ini jika dihayati dan diambil arti atau maksudnya
tersebut maka akan bermakna.
Pantangan yang berlaku dalam jamuan
makan saprahan ialah jangan berbicara kotor serta keji, jangan berludah, jika
ada yang bersin maka dengan segera meninggalkan tempat dan digantikan dengan
yang lain. Para undangan dilarang mengambil bagian yang bukan dihadapannya.
Secara teoritis adat dalam tradisi saprahan sangat merunut pada teori Maslow
yakni menempatkan kebutuhan makan dalam hierarki atau sebuah system. Tidak ada
batasan siapa yang berhak mengadakan makan saprahan, karena dalam tradisi
saprahan memiliki sifat serta kegunaan tertentu dan kadang tak terlepas dari
tujuan adat dari tujuan tersebut bagaimana interaksi masyarakat untuk saling
mengakrabkan diri, saling mengenal satu sama lain, rasa kebersamaan tercipta
sesama warga.
Nilai-Nilai
Yang Terkandung Dalam Acara :
1. Nilai Kebersamaan
Pada
dasarnya upacara saprahan itu sifatnya transparan, diikuti oleh seluruh warga
kaum kerabat dan adanya gotong royong sebelum acara dimulai. Pelaksanaan
dikoordinir para keluarga besar. Dengan mencerminkan rasa kebersamaan dan
kekompakan yang tinggi di mulai dari awal sampai akhir persiapan, pelaksanaan
hingga berakhirnya kegiatan.
2. Nilai Ketaatan
Nilai
ini tercermin adanya dorongan dalam diri warga masyarakat untuk melaksanakan
tradisi yang turun temurun sifatnya,khususnya acara saprahan. Hal ini adanya
rasa menghormati pemimpin yang dianggap bisa mewakili kepentingan masyarakatnya
atau juga yang dianggap dituakan sangat dihormati, hal ini merupakan
manifestasi dari ketaqwaan seorang insan yang diungkapkan di dalam sebuah
hadis, taat kepada Allah SWT, taat kepada Rasul, dan taat kepada pemimpin.
Adanya rasa keterikatan secara otomatis menciptakan rasa persatuan dan kesatuan
sesama umat yang harus dapat dipertahankan agar acara seperti ini menjadi
sebuah identitas masyarakatnya.
3. Nilai Religius
Dari
pelaksanaan upacara saprahan dapat dilihat bahwa di dalam menghadapi hidangan
yang dianugrahkan Allah SWT tidak terlepas dari acara berdoa dan ditutupi
dengan membaca salawat kepada nabi, agar di dalam acara tersebut mendapat
berkah serta pahala dan selamat dari musibah dan bencana.
Pelaksanaan
acara saprahan dapat mengikat persatuan dan kesatuan yang pada akhirnya dapat
menumbuhkan identitas diri masyarakat yang bersangkutan, terutama dari nilai
kebersamaan, kegotong royongan dan kekompakan yang diwujudkan dalam rangkaian
upacara tersebut. Nilai-nilai tersebut dapat diaplikasikan pada generasi muda
melalui pendidikan non formal di rumah atau dilingkungan social maupun
pendidikan sekolah secara formal. Selanjutnya acara saprahan perlu dilakukan
secara berkesinambungan untuk melestarikan salah satu adat budaya bangsa guna
memupuk kerjasama antar warga hingga memperkokoh rasa identitas bersama.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kebudayaan
Suguhan Makanan Tersaji dalam Tiga Gelombang adalah kebudayaan yang dilakukan
oleh masyarakat melayu kota Pontianak. Biasanya disebut dengan tiga sesi
hidangan yang berbeda. Hidangan yang disajikan biasanya ada kesepakatan dari
ahli tuan rumah berupa nasi putih, sayur ikan pedas, sambal belacan,ayam,ikan
asin,pisang raja atau pisang hijau, bahkan juga ada ditambah dengan makanan
khas cencalok (anak udang halus yang diberi sambal), buduk” seperti biasa jika
kepala paret sudah selesai makan diikuti dengan yang lain dengan meletakan
sendok dengan cara terbalik, akan tetapi umumnya dilakukan dengan mengunakan
tangan, tanpa sendok. Untuk acara kedua dimulai lagi seperti semula, dengan
hidangan berupa hidangan pencuci mulut, kue-kue dengan segelas kopi dalam
ukuran cawan kecil disebut dengan kopi mak jande”, kue berupa bingke berendam,
belodar, roti kap.
Adapun
nilai yang terkandung dalam acara tersebut antara lain nilai kebersamaan ,
nilai ketaatan dan nilai religious.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar