Sabtu, 21 Juni 2014

Makalah ABK materi 12

BAB 1

PENDAHULUAN
1.        LATAR BELAKANG
Banyak  kasus yang terjadi berkenaan dengan keberadaan anak berkebutuhan khusus di sekolah-sekolah umum, termasuk di Sekolah Dasar (SD) yang perlu mendapatkan perhatian dan layanan pendidikan yang sesui dengan kondisi dan kebutuhannya. Masing-masing anak memiliki karakteristik dan keunikan tersendiri, khususnya mengenai kebutuhan dan kemampuannya dalam belajar di sekolah. Anak-anak tersebut, tentu saja tidak dapat dengan serta merta dilayani kebutuhan belajarnya sebagaimana anak-anak normal pada umumnya.

Guru di sekolah haruslah dapat memberikan layanan pendidikan pada setiap anak berkebutuhan khusus, hanya sayangnya masih banyak guru-guru di sekolah dasar yang belum memahami tentang anak berkebutuhan khusus. Hal demikian tentu saja mereka juga tidak akan dapat memberirikan layanan pendidikan yang optimal. Apalagi anak-anak berkebutuhan khusus mencakup berbagai macam jenis dan derajat kelainan yang bervariasi. Sejumlah itu pulalah sebenarnya layanan pendidikan diberikan kepada mereka. Untuk itu perlu adanya pemahaman dan kreativitas seorang guru di sekolah dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran sesuai kebutuhan anak. Dengan demikian akan lebih mudah tercapai peningkatan kompetensi siswa dalam belajarnya.
Bagaimana dan dengan cara apa guru dapat memberikan layanan pendidikan yang sesuai bagi anak berkebutuhan khusus. Pada paparan berikut ini saudara akan memahami dan mengkaji langkah-langkah dan tindak lanjut pemberian layanan anak berkebutuhan khusus di Sekolah Dasar. Untuk itu saudara terlebih dahulu akan mempelajari tentang bagaimana memperoleh informasi tentang adanya anak-anak yang berkebutuhan khusus melalui identifikasi, yang dilanjutkan dengan melakukan asesesmen pada anak-anak yang diduga berkebutuhan khusus. Analisis informasi hasil asesmen tersebut, yang akan mendasari perencanaan dan pengembangan program pembelajaran.

2.        RUMUSAN MASALAH
1.      Apa makna identifikasi yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran di  Sekolah Dasar ?
2.      Apa saja teknik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar
3.      Apa pengertian dan tujuan asesmen ?
4.      Bagaimana teknik dan langkah pelaksanaan asesmen ?
5.      Bagaimana cara pemberian layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus ?

3.        MANFAAT PENULISAN
1.      Terpenuhinya mata kuliah Anak Berkebutuhan Khusus
2.      Dapat bertambahnya pengetahuan tentang materi identifikasi, asesmen dan pemberian layanan pendidikan
  

BAB II
PEMBAHASAN

A.       IDENTIFIKASI
1.    Pengertian Identifikasi
Identifikasi dalam pengertian ini, dimaksudkan adalah usaha untuk mengenali atau menemukan anak berkebutuhan khusus sesuai dengan ciri-ciri yang ada. Menemukenali anak-anak berkebutuhan khusus sudah barang tentu membutuhkan perhatian serius. Ada anak-anak yang dengan mudah dapat dikenali sebagai anak berkebutuhan khusus, tetapi ada juga yang membutuhkan pendekatan dan peralatan khusus untuk menentukan, bahwa anak tersebut tergolong anak-berkebutuhan khusus. Anak-anak yang mengalami kelainan fisik misalnya, dapat dikenali dengan keberadaannya, sebaliknya untuk anak-anak yang mengalami kelainan dalam segi intelektual maupun emosional memerlukan instrument dan alasan yang rasional untuk dapat menentukan keberadaannya.diperlukan dalam melakukan identifikasi anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah oleh guru, dan ini dapat dilakukan guru setiap saat. Kendati demikian, untuk dapat memperoleh informasi yang lebih lengkap, maka usaha identifikasi perlu dilakukan dengan berbagai cara, selain melakukan pengamatan secara seksama, perlu juga dilakukan wawancara dengan orangtua ataupun keluarga lainnya. Informasi yang telah diperoleh selanjutnya dapat digunakan untuk menemukenali dan menentukan anak-anak yang berkebutuhan khusus.

2.        Ruang Lingkup
Identifikasi yang dilakukan untuk menemukenali keberadaan anak-anak berkebutuhan khusus di Sekolah Dasar, berorientasi pada ciri-ciri atau karakteristik ada pada sesorang anak, yang mencakup kondisi fisik, kemampuan intelektual, komunikasi, maupun sosial emosional.
a.       Kondisi fisik, ini mencakup keberadaan kondisi fisik secara umum (anggota tubuh) dan kondisi indera seorang anak, baik secara organic maupun fungsional, dalam artian apakah kondisi yang ada mempengaruhi fungsinya atau tidak, misalnya apakah ada kelainan mata yang mempengaruhi fungsi penglihatan. Ini juga mencakup mekanisme gerak-gerak motorik seperti berjalan, duduk, menulis, menggambar atau yang lainnya.
b.      Kemampuan intelektual, dalam konteks ini adalah kemampuan anak untuk melaksanakan tugas-tugas akademik di sekolah. Kesanggupan mengikuti berbagai pelajaran akademik yang diberikan guru, seperti pelajaran bahasa dan matematika (menghitung, membedakan bentuk, dsb).
c.       Kemampuan komunikasi, kesanggupan seorang anak dalam memahami dan mengekspresikan gagasannya dalam berinteraksi terhadap lingkungan sekitarnya, baik secara lisan/ucapan maupun tulisan.
d.      Sosial emosial, mencakup aktivitas sosial yang dilakukan seorang anak dalam kegiatan interaksinya dengan teman-teman ataupun dengan gurunya serta perilaku yang ditampilkan dalam pergaulan kesehariannya, baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan lainnya.

3.        Teknik Identifikasi
Pada hakekatnya ada banyak metode atau teknik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar. Beberapa teknik khusus akan sangat diperlukan untuk menemukenali anak-anak yang berkebutuhan khusus. Hal ini diperlukan, mengingat adanya karakteristik atau ciri-ciri khusus yang ada pada mereka, yang tidak dapat diidentifikasi secara umum.
Namun demikian, pada kesempatan ini hanya akan diuraikan beberapa teknik identifikasi secara umum, yang memungkinkan bagi guru-guru untuk melakukannya sendiri di sekolah, yaitu; observasi; wawancara; tes psikologi; dan tes buatan sendiri. Secara lebih jelas keempat teknik tersebut, dapat diuraikan sebagai berikut:

a.      Observasi
Observasi merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan untuk melakukan identifikasi anak-anak berkebutuhan khusus, yaitu dengan cara mengamati kondisi atau keberadaan anak-anak berkebutuhan khusus yang ada di kelas atau di sekolah secara sistematis. Observasi dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Secara langsung, dalam arti melakukan observasi secara langsung terhadap obyek atau siswa dalam lingkungan yang wajar, apa adanya dalam aktivitas kesehariannya. Sedang observasi tidak langsung, dilakukan dengan menciptakan kondisi yang diinginkan untuk diobservasi, misalnya anak diminta untuk melakukan sesuatu, berbicara, menulis, membaca atau yang lainnya untuk selanjutnya diamati dan dicatat hasilnya.
Banyak gejala atau fenomena anak berkebutuhan khusus di sekolah yang dapat diamati oleh guru, yang itu menunjukkan adanya perbedaan atau penyimpangan dari anak-anak pada umumnya. Apabila guru saat observasi mendapati seorang anak yang selalu mendekatkan matanya saat menulis atau membaca, maka dimungkinkan anak tersebut mengalami kelainan fungsi penglihatan. Jika kelainan anak tersebut tidak dapat dikoreksi dengan kacamata, maka dia termasuk pada anak yang berkebutuhan khusus. Demikian juga misalnya ada anak-anak sulit berkonsentrasi, suka mengganggu temannya, sering membolos, jarang mencatat, dan masih banyak lagi yang bisa diobservasi dan mengindikasikasikan sebagai anak berkebutuhan khusus.

b.    Wawancara
Wawancara merupakan salah satu teknik untuk memperoleh informasi mengenai keberadaan anak-anak berkebutuhan khusus, dalam upaya melakukan identifikasi. Apabila data atau informasi yang diperoleh melalui observasi kurang memadai, maka guru dapat melakukan wawancara terhadap siswa, orangtua, keluarga, teman sepermainan, atau pihak-pihak lain yang dimungkinkan untuk dapat memberikan informasi tambahan mengenai keadaan anak tersebut.

c.    Tes
Teknik lain yang dapat dilakukan dalam idenditikasi anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar adalah melalui tes yang dibuat sendiri oleh guru. Tes merupakan suatu cara untuk melakukan penilaian yang berupa suatu tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh anak, yang akan menghasilkan suatu nilai tentang kemampuan atau perilaku anak yang bersangkutan. Bentuk tes berupa suatu tugas yang berisi pertanyaan-pertanyaan atau perintah-perintah yang harus dikerjakan anak, untuk selanjutnya dinilai hasilnya.
Di dalam konteks ini, untuk identifikasi anak berkebutuhan khusus tes dapat dilakukan dalam bentuk perbuatan ataupun tulisan. Dalam bentuk perbuatan, misalnya guru dapat meminta siswa yang diduga mengalami kelainan tertentu untuk melakukan sesuatu yang terkait dengan kemungkinan terjadinya kelainan. Misalnya, untuk anak yang diduga mengalami kelainan pendengaran diminta untuk menyimak beberapa jenis suara, kemudian ditanyakan suara apa itu, dari mana datangnya suara, dan sebagainya. Sedang tes tertulis dapat diberikan kepada siswa-siswa yang diduga mengalami kelainan untuk menilai kemampuannya. Dalam hal ini, soal atau pertanyaan-pertanyaan dapat dibuat secara sederhana, sesuai dengan kondisi dan perkembangan anak. Apabila anak mampu mengerjakan tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan usianya, maka materi tugas yang diberikan ditingkatkan sesuai dengan usia di atasnya, sebaliknya bila anak tidak mampu mengerjakan, maka materi tugas di turunkan di bawah usia anak yang bersangkutan. Hal ini dilakukan secara sistematis dan terstruktur.

d.      Tes Psikologi
Salah satu teknik lain yang sangat populer dan sering digunakan dalam upaya identifikasi anak berkebutuhan khusus adalah dengan tes psikologi. Jenis tes ini memiliki kelebihan dibanding dengan tes yang lainnya, karena memiliki akurasi yang lebih baik dibanding tes buatan guru. Selain waktu pelaksanaannya yang lebih singkat, melalui tes psikologi juga dapat diprediksikan apa-apa yang akan terjadi dalam belajar anak di tahapan berikutnya. Untuk melihat tingkat kecerdasan seorang anak, tes psikologi merupakan salah satu instrumen yang lebih obyektif dan validitasnya telah teruji. Dari beberapa teknik identifikasi yang diuraikan tersebut, diharapkan seorang guru akan mendapatkan informasi yang lebih lengkap mengenai keberadaan anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah. Untuk menafsirkan dan menentukan apakah seseorang anak mengalami kelainan atau berkebutuhan khusus, tentunya membutuhkan pengetahuan atau wawasan yang lebih luas mengenai keberadaan anak berkebutuhan khusus. Namun yang perlu diperhatikan, bahwa identifikasi merupakan langkah awal yang dilakukan guru dalam memberikan layanan yang sesuai bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Apabila saudara masih mengalami kendala, maka sudara dapat juga melakukan koordinasi atau merefer dengan pihak lain yang lebih kompeten.


B.       ASESMEN

1.        Pengertian Asesmen
Sebelum mencermati pengertian dan aktivitas asesmen, coba perhatikan contoh cerita berikut ini.
Ilustrasi:
Ada seorang guru kelas rendah di suatu sekolah dasar yang mendapati seorang siswanya selalu menghindar untuk berfikir. Siswa tersebut sangat membenci pelajaran matematika, atau hal-hal lain yang ada hubungannya dengan berhitung atau berfikir. Guru mencoba mengamati secara rutin, terhadap perkembangan belajar siswa tersebut, terutama dalam bidang matematika, tapi hasilnya tidak memuaskan. Selanjutnya guru mencoba untuk melakukan tes diagnosis matematik, yang berupa tes prestasi untuk menentukan kemampuan matematika secara khusus. Hasilnya, diketahui bahwa siswa tersebut ternyata mengalami kesulitan dalam matematika penalaran dan pemecahan masalah, sedang matematika dasar tidak mengalami kesulitan.

Dari contoh tersebut, sesungguhnya ada hal yang menarik untuk diperhatikan. Pertama, bahwa di sekolah dasar seringkali ditemukan anak-anak yang berkesulitan belajar atau berkebutuhan khusus. Kedua, guru di sekolah umumnya sangat jarang melakukan asesmen terhadap kondisi-kondisi siswanya, dan Ketiga, program khusus atau remedial terhadap kebutuhan individu masih sangat miskin dilakukan di sekolah. Contoh tersebut juga memberi gambaran betapa pentingnya dilakukan asesemen di sekolah, sebagai bagian dari proses pembelajaran untuk anak-anak berkebutuhan khusus.
Pengertian asesmen dalam kerangka pendidikan anak berkebutuhan khusus, dimaksudkan sebagai usaha untuk memperoleh informasi yang relevan guna membantu seseorang dalam membuat suatu keputusan. Dalam istilah Bahasa Inggris assessment berarti penilaian terhadap suatu keadaan, penilaian dalam konteks ini adalah evaluasi terhadap kondisi atau keadaan anak-anak berkebutuhan khusus, jadi bukan merupakan penilaian terhadap hasil suatu aktivitas atau kegiatan pembelajaran di sekolah.
Walace, G & Larsen (1978:7) menegaskan pula, bahwa asesemen merupakan proses pengumpulan informasi pembelajaran yang relevan. Asesmen merupakan aktivitas yang amat penting dalam proses pembelajaran di sekolah, untuk itu pelaksanaannya harus benar-benar dilakukan secara obyektif dan komprehentif terhadap kondisi dan kebutuhan anak.
Sebagai tindak lanjut dari identifikasi, hasil yang diperoleh dari asesemen pendidikan akan bermanfaat bagi guru sebagai panduan dalam dua hal pokok, yaitu merencanakan program dan implementasi program pembelajaran. Untuk itu dalam upaya perencanaan tujuan dan penentuan sasaran pembelajaran, dan strategi pembelajaran yang tepat. Data atau informasi yang diperoleh dalam asesmen ini umumnya berkenaan dengan tahap pembelajaran, kelemahan dan kecakapan, serta hal-hal yang berkaitan dengan perilaku seorang siswa.

2.        Tujuan Asesmen
Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai terkait dengan dilaksanakan asesmen di sekolah, khususnya bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Terkait dengan waktunya Moh Amin (1995:125) menjelaskan adanya lima tujuan dilaksanakannya asesmen bagi anak berkebutuhan khusus, yaitu:
1.      menyaring kemampuan anak, yaitu untuk mengetahui kemampuan anak pada setiap aspek, misalnya bagaimana kemampuan bahasa, kognitif, kemampuan gerak, atau penesuaian dirinya,
2.      pengklafifikasian, penempatan, dan penentuan program,
3.      penentuan arah dan tujuan pendidikan, ini terkait dengan perbedaan klasifikasi berat ringannya kelainan yang disandang seorang anak, yang berdampak pada perbedaan tujuan pendidikannnya,
4.      pengembangan program pendidikan individual yang sering dikenal sebagai individualized educational program, yautu suatu program pendidikan yang dirancang khusus secara individu untuk anak-anak berkebutuhan khusus, dan
5.      penentuan strategi, lingkungan belajar, dan evalusi pembelajaran.
Selain kelima tujuan di atas, Wallace, G & Larsen, S (1978: 5) mengemu-kakan adanya dua tujuan dalam pelaksanaan asesmen, yaitu :
1.      untuk mengidentifikasi dan terkadang pemberian label untuk kepentingan administratif masalah belajar yang dialami anak-anak berkebutuhan khusus, dan
2.      untuk memperoleh informasi tambahan yang dapat membantu dalam merumuskan tujuan pembelajaran, dan strategi pemberian remedial bagi anak-anak yang diduga berkebutuhan khusus.
Dari uraian tujuan di atas, setidaknya ada beberapa hal penting yang perlu digarisbawahi dalam asesmen, yaitu  :
1.      asesmen dilakukan untuk penseleksian anak-anak yang berkebutuhan khusus,
2.      asesmen bertujuan pula untuk penempatan siswa, sesuai dengan kemampuannya,
3.      untuk merencanakan program dan strategi pembelajaran, dan
4.      untuk mengevaluasi dan memantau perkembangan belajar siswa.
Secara khusus, sesungguhnya tujuan asesmen dapat berorientasi pada keterampilan-keterampilan yang dimiliki oleh seorang anak, baik dalam segi kemampuan akademik ataupun nonakademik.

3.Langkah Pelaksanaan  
Sebagai suatu aktivitas yang sistematik dan berkelanjutan, sudah barang tentu asesmen perlu dilakukan sesuai dengan prosedur yang baik, agar dengan begitu hasil yang dicapai sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Adanya beberap factor yang terkait dengan pelaksanaan asesmen juga harus dipertimbangkan secara seksama.

Secara lebih spesifik Mercer & Mercer (1989:38) menjelaskan adanya beberapa langkah yang dilakukan dalam asesmen anak berkebutuhan khusus di sekolah, yaitu:
1.      Menentukan cakupan dan tahapan keterampilan yang akan diajarkan. Agar pelaksanaan asesmen dapat dilakukan secara efektif, maka seyogyanya guru terlebih dahulu memahami tahapan kompetensi pembelajaran siswa dalam bidang pembelajaran tertentu. Ini penting dilakukan untuk mengetahui dengan jelas keterampilan-keterampilan apa yang telah dikuasai siswa. Secara teknik guru dapat melakukannya melalui analisis tugas dalam kegitan pembelajaran di sekolah.
2.      Menetapkan perilaku yang akan diases. Asesmen perilaku diawali dari tahapan yang paling umum menuju tahapan yang khusus. Perilaku umum menunjuk pada rentang kompetensi siswa dalam penguasaan materi kurikulum, misalnya pada mata pelajaran bahasa mencakup kompetensi dasar untuk semua aspek bahasa. Sedang yang khusus, mungkin hanya pada aspek membaca saja.
3.      Memilih aktivitas evaluasi, guru harus mempertimbangkan aktivitas yang akan dilakukan itu untuk evaluasi dalam rentang kompetensi umum, atau kompetensi khusus . Evaluasi kompetensi umum, lazimnya dilakukan secara periodik (semester), sedang untuk kompetensi khusus sebaiknya dilakukan secara formatif dan berkesinambungan.
4.      Pengorganisasian alat evaluasi. Hal ini perlu dilakukan berkenaan dengan evaluasi pendahuluan, yang mencakup; identifikasi masalah, pencatatan bentuk-bentuk kesalahan yang terjadi, dan evaluasi keterampilan-keterampilan tertentu. Setelah evaluasi awal dilakukan, selanjutnya ditentukan tujuan dan strategi pembelajaran, serta implementasi dan pemantuan kemajuan belajar siswa.
5.      Pencatatan kinerja siswa. Ada dua hal mengenai kinerja siswa yang harus dicatat guru, yaitu kinerja siswa pada pelaksanaan tugas sehari-hari, dan penguasaan keterampilan secara keseluruhan, yang umumnya dicacat pada laporan kemajuan belajar siswa.
6.      Penentuan tujuan pembelajaran khusus untuk jangka pendek dan jangka panjang. Di sini guru perlu merumuskan tujuan pembelajaran khusus bagi anak dalam jangka pendek secara spesifik, misalnya dalam aspek membaca atau mengeja dalam pelajaran bahasa, tetapi harus tetap berkontribusi dalam tujuan jangka panjang.

4.Teknik Pelaksanaan Asesmen
Terdapat beberapa teknik atau metode yang dapat dilakukan dalam upaya pelaksanaan asesmen untuk anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah (dasar). Beberapa diantara yang dapat dijelaskan di sini adalah melalui observasi, tes formal dan informal, dan wawancara, dengan didukung beberapa instrumen seperti checklist ataupun skala penilaian.
1.Observasi, merupakan pengamatan yang dilakukan secara seksama terhadap aktivitas belajar siswa, seperti cara pelajar, kinerja, perilaku, ataupun kompetensi yang dicapai.
2.Tes formal, sesungguhnya merupakan merupakan suatu bentuk tes yang telah terstandarkan, yang memiliki acuan norma ataupun acuan patokan dengan tolok ukur yang telah ditetapkan. Tes demikian umumnya dikembangkan secara global, oleh para ahli dibidangnya. Dalam konteks asesmen pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus, sesungguhnya kurang cocok untuk dilakukan, jika dilihat dari tujuannya yang sangat spesifik, dan mencakup persoalan-persoalan pendidikan yang unik, yang dihadapi siswa berkebutuhan khusus secara individual.
3.Tes informal. Suatu jenis tes yang sangat bermanfaat dan sangat sesuai untuk memperoleh informasi tentang berbagai hal yang berkenaan dengan kompetensi dan kemajuan belajar anak berkebutuhan khusus. Tes informal umumnya dipersiapkan dan disusun sendiri oleh guru, serta digunakan secara intensif untuk mengetahui kompetensi-kompetensi khusus pada anak. Dalam kaitannya dengan asesmen, ada beberapa bentuk yang sering digunakan, yaitu checklist, tes buatan sendiri, ataupun berupa cloze
4.Wawancara, atau interview untuk memperoleh informasi dengan sasaran utama orangtua, keluarga, guru di sekolah ataupun teman sepermainan

C.       PEMBERIAN LAYANAN PENDIDIKAN

a.         Identifikasi Kebutuhan Pendidikan
Langkah awal dalam pemberian layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus di sedolah dasar adalah melakukan identifikasi dan asesmen terhadap kebutuhan pendidikan dari siswa yang bersangkutan. Temukan terlebih dahulu anak-anak yang diduga mengalami kelainan atau berkebutuhan khusus, dengan beberapa teknik identifikasi dan asesmen yang telah  dipelajari sebelumnya. Hal ini sangat penting untuk dilakukan, mengingat kebutuhan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus sangatlah spesifik, dengan berbagai keunikan yang dimiliki. Melalui asesmen permasalahan-permasalahan pendidikan khusus yang dialami anak akan diketahui, dalam bidang apa, dan rentang persoalan yang dihadapinya.
Anak-anak yang mengalami kesulitan dalam aspek berbahasa, tentu akan berbeda program dan strategi pelayanan dengan anak-anak memiliki permasalaham pada aspek matematika.
Untuk memperoleh informasi yang obyektif guna menentukan kebutuhan dan aspek persoalan khusus yang dihadapi siswa di sekolah dasar, dapat ditempuh langkah-langkah sebagaimana yang telah dibahas pada kajian identifikasi dan asesmen. Setidaknya dapat dilakukan dengan beberapa teknik yang dapat dilakukan guru di sekolah;
1.      Observasi, dilakukan untuk memperoleh informasi tentang kondisi umum dan perkembangan belajar seorang siswa di sekolah.
2.      Tes informal dan formal untuk memperoleh informasi mengenai keterampilan-keterampilan bidang tertentu yang mampu atau belum mampu dilakukan oleh seorang siswa.
Dengan melakukan identifikasi dan asesmen terhadap siswa, guru akan dapat mengetahui dan menentukan kondisi permasalahan yang dihadapi anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah. Langkah selanjutnya adalah merencanakan program pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhannya.

b.         Pengembangan Program
Salah satu program pembelajaran yang dirancang untuk anak-anak berkebutuhan khusus adalah program pembelajaran individual, yaitu program yang disusun sesuai dengan kebutuhan individu anak-anak berkebutuhan pendidikan khusus, baik untuk pendidikan jangka pendek atau jangka panjang. Menurut Hallahan (1991:25) dalam persiapannya harus merumuskan tingkat kemampuan siswa saat ini, yang memiliki tujuan jangka pendek ataupun jangka panjang. Sedang pememberian layanan diberikan dengan menyusun rencana, aktivitas kegiatan dan melakukan evaluasi. Semua program yang dilakukan untuk anak berkebutuhan khusus tersebut haruslah memperoleh persetujuan dari orangtua murid.
Pengembangan PPI sesungguhnya tidak dapat dilakukan sendiri oleh seorang guru, tetapi harus ada koordinasi dengan berbagai fihak terkait di sekolah, Dinas pendidikan, komite, dan orangtua murid. Hal ini mengingat kompleksnya permasalahan yang ada, yang harus ditangani secara bersama-sama. Langkah awal yang harus dilakukan untuk penyelenggaraan program PPI adalah membentuk tim penyusun program, dengan kerja awal melakukan diskusi-diskusi dan menganalisis permasalahan yang dihadapi siswa, untuk selanjutnya dibuatkan program yang sesuai dengan kebutuhannya.
Proses pengembangan PPI dapat dilakukan dengan mengikuti beberapa panduan prosedur teknis, yaitu;
(1)      Mendeskripsikan kompetensi siswa secara rinci pada saat sekarang dalam berbagai bidang pelajaran, misalnya dalam menulis apakah siswa sudah dapat membuat garis tebal/tipis, tegak bersambung, atau lainnya
(2)      Merumuskan tujuan, baik jangka panjang (tahunan) ataupun tujuan jangka pendek, secara khusus dalam kegiatan pembelajaran. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merumuskan tujuan, harus mencakup keterampilan funsional praktis bagi siswa, sesuai dengan perkembangan siswa, serta realistic;
(3)      Menentukan teknik dan alat evaluasi untuk mengetahui kemajuan yang telah dicapai;
(4)      Mengembangkan ranah kurikulum yang akan dibuat atau diprogramkan, serta
(5)      Menetapkan strategi pembelajaran, sesuai dengan penekanan pada ranah kurikulumnya.

c.         Pelaksanaan
Setelah program pembelajaran dibuat, selanjutnya adalah implementasinya dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Dalam hal ini, guru harus mempertimbangkan berbagai aspek dalam pelaksanaannya, yang memungkinkan program dapat berjalan secara efektif. Selain itu, perlu pula dipersiapkan beberapa hal penting yang terkait dengan program, diantaranya:
1.        Mencermati tujuan dan sasaran program yang akan dicapai, baik secara umum ataupun khusus berkenaan dengan pembelajaran baik anak berkebutuhan khusus di sekolah.
2.        Materi dan lembar kegiatan, yang diperlukan selama pelaksanaan program berlangsung di sekolah. Materi pembelajaran merupakan bagian penting yang harus dipersiapkan, dengan memperhatikan kompetensi yang akan dicapai, serta struktur dan ranah kurikulum yang dikembangkan.
3.        Fasilitas dan sumber belajar, yaitu berupa media atau ruang sumber untuk kegiatan pembelajaran. Media haruslah dapat dimanfaatkan secara optimal dalam mendukung pencapaian tujuan, dan harus dibuat secara kreatif sesuai dengan karakateristik kebutuhan siswa, misalnya untuk penyandang tunarungu media yang berwarna-warni akan lebih menarik bagi anak yang mengandalkan persepsi visualnya. Sedang ruang sumber merupakan satu kebutuhan pembelajaran untuk anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah umum (SD), yang dapat dijadikan tempat layanan pendidikan khusus.
4.        Kalender pembelajaran. Selain memperhatikan kalender pendidikan secara umum secara nasional dan tingkat daerah, kalender pelaksanaan program pembelajaran individual dapat dikembangkan sesuai kebutuhan dan kondisi lingkungan sekolah masing-masing. Kegiatan dapat dilakukan pada siang hari, atau pada waktu-waktu luang yang memungkinkan program dapat berlangsung. Mungkin tidak harus tiap hari dilakukan, tetapi hanya dua atau tiga hari dalam seminggu, pada hari-hari tertentu saja.
Sebelum pelaksanaan program dilakukan, maka perlu terlebih dahulu dilakukan rapat koordinasi tim yang melibatkan berbagai unsur sekolah, komite, dan orangtua siswa yang bersangkutan. Ini dilakukan terutama untuk persiapan dan penentuan agenda kegiatan program.
Dengan mempersiapkan pelaksanaan program dengan sebaik-baiknya, maka kompetensi yang diharapkan untuk mengatasi kesulitan akan lebih mudah dicapai. dari itu adalah sebagai fasilitator dan motivator dalam pelaksanaan program. Kegiatan juga harus dimonitor dan dievaluasi setiap saat untuk melihat perkembangan atau kemajuan yang dicapai siswa, melalui observasi ataupun tes. Secara periodic dapat dilakukan tes informal guna memberikan umpan balikan dalam pelaksanaan program yang lebih baik.

d.         Evaluasi
Evaluasi diberikan pada setiap akhir kegiatan pembelajaran atau dalam periode waktu tertentu dalam bentuk tes informal maupun tes formal. Hal ini dilakukan untuk mengukur tingkat kemajuan dan prestasi belajar yang telah dicapai siswa. Jenisnya berupa tes tertulis, lisan ataupun perbuatan yang merupakan rangkaian penyelesaian tugas-tugas pembelajaran yang disampaiakan dalam kegiatan pembelajaran.
Untuk anak-anak berkebutuhan khusus, sesungguhnya evaluasi dapat dilakukan dengan portofolio, melalui serangkaian kegiatan atau tugas-tugas yang telah dilakukan atau dibuat siswa. Aktivitas atau pekerjaan anak selama kegiatan pembelajaran yang mencerminkan performans anak selama kegiatan menjadi dasar penilaian.


BAB III
PENUTUP
A.       KESIMPULAN
1.      Langkah awal yang dilakukan dalam menemukan dan menentukan anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar adalah melalui identifikasi. Secara umum, identifikasi adalah upaya menemukenali anak-anak yang diduga mengalami kelainan, atau berkebutuhan khusus. Kegiatan ini sangat penting dilakukan oleh guru, untuk dapat mememukan dan memberikan layanan sesuai dengan kebutuhan pendidikannya.
2.      Asesmen merupakan aktivitas yang amat penting dalam proses pembelajaran di sekolah, untuk itu pelaksanaannya harus benar-benar dilakukan secara obyektif dan komprehentif terhadap kondisi dan kebutuhan anak. Pada intinya asesmen berorientasi pada upaya pengumpulan informasi secara sistematis dalam upaya perencanaan dan implementasi pembelajaran siswa di sekolah.
3.      Program pembelajaran individual (PPI) merupakan salah satu program yang disusun sesuai dengan kebutuhan individu anak-anak berkebutuhan pendidikan khusus, baik untuk pendidikan jangka pendek atau jangka panjang Langkah awal untuk mengembangkan program pembelajaran individu adalah dengan melakukan identifikasi dan asesmen untuk mengetahui kompetensi dan bidang kesulitan yang dialami oleh seorang anak. Informasi tersebut sangat diperlukan, terutama untuk dapat memberikan layanan pendidikan yang sesuai.



DAFTAR PUSTAKA


1.      Suparno. 2007. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional : Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar