BAB 1
PENDAHULUAN
1.
LATAR BELAKANG
Banyak kasus
yang terjadi berkenaan dengan keberadaan anak berkebutuhan khusus di
sekolah-sekolah umum, termasuk di Sekolah Dasar (SD) yang perlu mendapatkan
perhatian dan layanan pendidikan yang sesui dengan kondisi dan kebutuhannya.
Masing-masing anak memiliki karakteristik dan keunikan tersendiri, khususnya
mengenai kebutuhan dan kemampuannya dalam belajar di sekolah. Anak-anak
tersebut, tentu saja tidak dapat dengan serta merta dilayani kebutuhan
belajarnya sebagaimana anak-anak normal pada umumnya.
Guru di sekolah haruslah dapat memberikan layanan
pendidikan pada setiap anak berkebutuhan khusus, hanya sayangnya masih banyak
guru-guru di sekolah dasar yang belum memahami tentang anak berkebutuhan
khusus. Hal demikian tentu saja mereka juga tidak akan dapat memberirikan
layanan pendidikan yang optimal. Apalagi anak-anak berkebutuhan khusus mencakup
berbagai macam jenis dan derajat kelainan yang bervariasi. Sejumlah itu pulalah
sebenarnya layanan pendidikan diberikan kepada mereka. Untuk itu perlu adanya
pemahaman dan kreativitas seorang guru di sekolah dalam mengembangkan berbagai
model pembelajaran sesuai kebutuhan anak. Dengan demikian akan lebih mudah
tercapai peningkatan kompetensi siswa dalam belajarnya.
Bagaimana dan dengan cara apa guru dapat memberikan layanan
pendidikan yang sesuai bagi anak berkebutuhan khusus. Pada paparan berikut ini
saudara akan memahami dan mengkaji langkah-langkah dan tindak lanjut pemberian
layanan anak berkebutuhan khusus di Sekolah Dasar. Untuk itu saudara terlebih
dahulu akan mempelajari tentang bagaimana memperoleh informasi tentang adanya
anak-anak yang berkebutuhan khusus melalui identifikasi, yang dilanjutkan
dengan melakukan asesesmen pada anak-anak yang diduga berkebutuhan khusus.
Analisis informasi hasil asesmen tersebut, yang akan mendasari perencanaan dan
pengembangan program pembelajaran.
2.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa makna identifikasi yang terjadi dalam kegiatan
pembelajaran di Sekolah Dasar ?
2. Apa saja teknik yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi keberadaan anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar
3. Apa pengertian dan tujuan
asesmen ?
4. Bagaimana teknik dan
langkah pelaksanaan asesmen ?
5. Bagaimana cara pemberian
layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus ?
3.
MANFAAT PENULISAN
1. Terpenuhinya mata kuliah Anak Berkebutuhan Khusus
2. Dapat bertambahnya pengetahuan tentang materi
identifikasi, asesmen dan pemberian layanan pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
IDENTIFIKASI
1. Pengertian Identifikasi
Identifikasi
dalam pengertian ini, dimaksudkan adalah usaha untuk mengenali atau menemukan
anak berkebutuhan khusus sesuai dengan ciri-ciri yang ada. Menemukenali
anak-anak berkebutuhan khusus sudah barang tentu membutuhkan perhatian serius.
Ada anak-anak yang dengan mudah dapat dikenali sebagai anak berkebutuhan
khusus, tetapi ada juga yang membutuhkan pendekatan dan peralatan khusus untuk
menentukan, bahwa anak tersebut tergolong anak-berkebutuhan khusus. Anak-anak
yang mengalami kelainan fisik misalnya, dapat dikenali dengan keberadaannya,
sebaliknya untuk anak-anak yang mengalami kelainan dalam segi intelektual
maupun emosional memerlukan instrument dan alasan yang rasional untuk dapat
menentukan keberadaannya.diperlukan dalam melakukan identifikasi anak-anak
berkebutuhan khusus di sekolah oleh guru, dan ini dapat dilakukan guru setiap
saat. Kendati demikian, untuk dapat memperoleh informasi yang lebih lengkap,
maka usaha identifikasi perlu dilakukan dengan berbagai cara, selain melakukan
pengamatan secara seksama, perlu juga dilakukan wawancara dengan orangtua
ataupun keluarga lainnya. Informasi yang telah diperoleh selanjutnya dapat
digunakan untuk menemukenali dan menentukan anak-anak yang berkebutuhan khusus.
2.
Ruang Lingkup
Identifikasi
yang dilakukan untuk menemukenali keberadaan anak-anak berkebutuhan khusus di
Sekolah Dasar, berorientasi pada ciri-ciri atau karakteristik ada pada sesorang
anak, yang mencakup kondisi fisik, kemampuan intelektual, komunikasi, maupun
sosial emosional.
a. Kondisi fisik,
ini mencakup keberadaan kondisi fisik secara umum (anggota tubuh) dan kondisi
indera seorang anak, baik secara organic maupun fungsional, dalam artian apakah
kondisi yang ada mempengaruhi fungsinya atau tidak, misalnya apakah ada kelainan
mata yang mempengaruhi fungsi penglihatan. Ini juga mencakup mekanisme
gerak-gerak motorik seperti berjalan, duduk, menulis, menggambar atau yang
lainnya.
b.
Kemampuan
intelektual, dalam konteks ini adalah kemampuan anak untuk melaksanakan
tugas-tugas akademik di sekolah. Kesanggupan mengikuti berbagai pelajaran
akademik yang diberikan guru, seperti pelajaran bahasa dan matematika
(menghitung, membedakan bentuk, dsb).
c. Kemampuan
komunikasi, kesanggupan seorang anak dalam memahami dan mengekspresikan gagasannya
dalam berinteraksi terhadap lingkungan sekitarnya, baik secara lisan/ucapan
maupun tulisan.
d.
Sosial
emosial, mencakup aktivitas sosial yang dilakukan seorang anak dalam kegiatan
interaksinya dengan teman-teman ataupun dengan gurunya serta perilaku yang
ditampilkan dalam pergaulan kesehariannya, baik di lingkungan sekolah maupun di
lingkungan lainnya.
3.
Teknik Identifikasi
Pada hakekatnya
ada banyak metode atau teknik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi
keberadaan anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar. Beberapa teknik
khusus akan sangat diperlukan untuk menemukenali anak-anak yang berkebutuhan
khusus. Hal ini diperlukan, mengingat adanya karakteristik atau ciri-ciri
khusus yang ada pada mereka, yang tidak dapat diidentifikasi secara umum.
Namun demikian,
pada kesempatan ini hanya akan diuraikan beberapa teknik identifikasi secara
umum, yang memungkinkan bagi guru-guru untuk melakukannya sendiri di sekolah,
yaitu; observasi; wawancara; tes psikologi; dan tes buatan sendiri. Secara
lebih jelas keempat teknik tersebut, dapat diuraikan sebagai berikut:
a.
Observasi
Observasi merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan
untuk melakukan identifikasi anak-anak berkebutuhan khusus, yaitu dengan cara
mengamati kondisi atau keberadaan anak-anak berkebutuhan khusus yang ada di
kelas atau di sekolah secara sistematis. Observasi dapat dilakukan secara
langsung ataupun tidak langsung. Secara langsung, dalam arti melakukan
observasi secara langsung terhadap obyek
atau siswa dalam lingkungan yang wajar, apa adanya dalam aktivitas
kesehariannya. Sedang observasi tidak langsung, dilakukan dengan menciptakan
kondisi yang diinginkan untuk diobservasi, misalnya anak diminta untuk
melakukan sesuatu, berbicara, menulis, membaca atau yang lainnya untuk
selanjutnya diamati dan dicatat hasilnya.
Banyak gejala atau fenomena anak berkebutuhan khusus di
sekolah yang dapat diamati oleh guru, yang itu menunjukkan adanya perbedaan
atau penyimpangan dari anak-anak pada umumnya. Apabila guru saat observasi
mendapati seorang anak yang selalu mendekatkan matanya saat menulis atau
membaca, maka dimungkinkan anak tersebut mengalami kelainan fungsi penglihatan.
Jika kelainan anak tersebut tidak dapat dikoreksi dengan kacamata, maka dia
termasuk pada anak yang berkebutuhan khusus. Demikian juga misalnya ada
anak-anak sulit berkonsentrasi, suka mengganggu temannya, sering membolos,
jarang mencatat, dan masih banyak lagi yang bisa diobservasi dan
mengindikasikasikan sebagai anak berkebutuhan khusus.
b. Wawancara
Wawancara
merupakan salah satu teknik untuk memperoleh informasi mengenai keberadaan
anak-anak berkebutuhan khusus, dalam upaya melakukan identifikasi. Apabila data
atau informasi yang diperoleh melalui observasi kurang memadai, maka guru dapat
melakukan wawancara terhadap siswa, orangtua, keluarga, teman sepermainan, atau
pihak-pihak lain yang
dimungkinkan untuk dapat memberikan informasi tambahan mengenai keadaan anak tersebut.
c.
Tes
Teknik
lain yang dapat dilakukan dalam idenditikasi anak-anak berkebutuhan khusus di
sekolah dasar adalah melalui tes yang dibuat sendiri oleh guru. Tes merupakan
suatu cara untuk melakukan penilaian yang berupa suatu tugas atau serangkaian
tugas yang harus dikerjakan oleh anak, yang akan menghasilkan suatu nilai
tentang kemampuan atau perilaku anak yang bersangkutan. Bentuk tes berupa suatu
tugas yang berisi pertanyaan-pertanyaan atau perintah-perintah yang harus
dikerjakan anak, untuk selanjutnya dinilai hasilnya.
Di dalam konteks ini, untuk identifikasi anak berkebutuhan khusus tes
dapat dilakukan dalam bentuk perbuatan ataupun tulisan. Dalam bentuk perbuatan,
misalnya guru dapat meminta siswa yang diduga mengalami kelainan tertentu untuk
melakukan sesuatu yang terkait dengan kemungkinan terjadinya kelainan.
Misalnya, untuk anak yang diduga mengalami kelainan pendengaran diminta untuk
menyimak beberapa jenis suara, kemudian ditanyakan suara apa itu, dari mana datangnya
suara, dan sebagainya. Sedang tes tertulis dapat diberikan kepada siswa-siswa
yang diduga mengalami kelainan untuk menilai kemampuannya. Dalam hal ini, soal
atau pertanyaan-pertanyaan dapat dibuat secara sederhana, sesuai dengan kondisi
dan perkembangan anak. Apabila anak mampu mengerjakan tugas-tugas yang
diberikan sesuai dengan usianya, maka materi tugas yang diberikan ditingkatkan
sesuai dengan usia di atasnya, sebaliknya bila anak tidak mampu mengerjakan,
maka materi tugas di turunkan di bawah usia anak yang bersangkutan. Hal ini
dilakukan secara sistematis dan terstruktur.
d.
Tes Psikologi
Salah
satu teknik lain yang sangat populer dan sering digunakan dalam upaya
identifikasi anak berkebutuhan khusus adalah dengan tes psikologi. Jenis tes
ini memiliki kelebihan dibanding dengan tes yang lainnya, karena memiliki
akurasi yang lebih baik dibanding tes buatan guru. Selain waktu pelaksanaannya
yang lebih singkat, melalui tes psikologi juga dapat diprediksikan apa-apa yang
akan terjadi dalam belajar anak di tahapan berikutnya. Untuk melihat tingkat
kecerdasan seorang anak, tes psikologi merupakan salah satu instrumen yang
lebih obyektif dan validitasnya telah teruji. Dari
beberapa teknik identifikasi yang diuraikan tersebut, diharapkan seorang guru akan mendapatkan informasi yang lebih lengkap
mengenai keberadaan anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah. Untuk menafsirkan
dan menentukan apakah seseorang anak mengalami kelainan atau berkebutuhan
khusus, tentunya membutuhkan pengetahuan atau wawasan yang lebih luas mengenai
keberadaan anak berkebutuhan khusus. Namun yang perlu diperhatikan, bahwa
identifikasi merupakan langkah awal yang dilakukan guru dalam memberikan
layanan yang sesuai bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Apabila saudara masih
mengalami kendala, maka sudara dapat juga melakukan koordinasi atau merefer
dengan pihak lain yang lebih kompeten.
B.
ASESMEN
1.
Pengertian Asesmen
Sebelum
mencermati pengertian dan aktivitas asesmen, coba perhatikan
contoh cerita berikut ini.
Ilustrasi:
Ada seorang guru
kelas rendah di suatu sekolah dasar yang mendapati seorang siswanya selalu
menghindar untuk berfikir. Siswa tersebut sangat membenci pelajaran matematika,
atau hal-hal lain yang ada hubungannya dengan berhitung atau berfikir. Guru
mencoba mengamati secara rutin, terhadap perkembangan belajar siswa tersebut,
terutama dalam bidang matematika, tapi hasilnya tidak memuaskan. Selanjutnya
guru mencoba untuk melakukan tes diagnosis matematik, yang berupa tes prestasi
untuk menentukan kemampuan matematika secara khusus. Hasilnya, diketahui bahwa
siswa tersebut ternyata mengalami kesulitan dalam matematika penalaran dan
pemecahan masalah, sedang matematika dasar tidak mengalami kesulitan.
Dari contoh
tersebut, sesungguhnya ada hal yang menarik untuk diperhatikan. Pertama, bahwa
di sekolah dasar seringkali ditemukan anak-anak yang berkesulitan belajar atau
berkebutuhan khusus. Kedua, guru di sekolah umumnya sangat jarang melakukan
asesmen terhadap kondisi-kondisi siswanya, dan Ketiga, program khusus atau
remedial terhadap kebutuhan individu masih sangat miskin dilakukan di sekolah.
Contoh tersebut juga memberi gambaran betapa pentingnya dilakukan asesemen di
sekolah, sebagai bagian dari proses pembelajaran untuk anak-anak berkebutuhan
khusus.
Pengertian
asesmen dalam kerangka pendidikan anak berkebutuhan khusus, dimaksudkan sebagai
usaha untuk memperoleh informasi yang relevan guna membantu seseorang dalam
membuat suatu keputusan. Dalam istilah Bahasa Inggris assessment berarti
penilaian terhadap suatu keadaan, penilaian dalam konteks ini adalah evaluasi
terhadap kondisi atau keadaan anak-anak berkebutuhan khusus, jadi bukan
merupakan penilaian terhadap hasil suatu aktivitas atau kegiatan pembelajaran di sekolah.
Walace,
G & Larsen (1978:7) menegaskan pula, bahwa asesemen merupakan proses
pengumpulan informasi pembelajaran yang relevan. Asesmen merupakan aktivitas
yang amat penting dalam proses pembelajaran di sekolah, untuk itu
pelaksanaannya harus benar-benar dilakukan secara obyektif dan komprehentif
terhadap kondisi dan kebutuhan anak.
Sebagai tindak
lanjut dari identifikasi, hasil yang diperoleh dari asesemen pendidikan akan
bermanfaat bagi guru sebagai panduan dalam dua hal pokok, yaitu merencanakan
program dan implementasi program pembelajaran. Untuk itu dalam upaya
perencanaan tujuan dan penentuan sasaran pembelajaran, dan strategi
pembelajaran yang tepat. Data atau
informasi yang diperoleh dalam asesmen ini umumnya berkenaan dengan tahap
pembelajaran, kelemahan dan kecakapan, serta hal-hal yang berkaitan dengan
perilaku seorang siswa.
2.
Tujuan Asesmen
Ada beberapa
tujuan yang ingin dicapai terkait dengan dilaksanakan asesmen di sekolah,
khususnya bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Terkait dengan waktunya Moh Amin
(1995:125) menjelaskan adanya lima tujuan dilaksanakannya asesmen bagi anak
berkebutuhan khusus, yaitu:
1.
menyaring kemampuan anak, yaitu untuk mengetahui
kemampuan anak pada setiap aspek, misalnya bagaimana kemampuan bahasa,
kognitif, kemampuan gerak, atau penesuaian dirinya,
2.
pengklafifikasian, penempatan, dan penentuan
program,
3.
penentuan arah dan tujuan pendidikan, ini terkait
dengan perbedaan klasifikasi berat ringannya kelainan yang disandang seorang
anak, yang berdampak pada perbedaan tujuan pendidikannnya,
4.
pengembangan program pendidikan individual yang
sering dikenal sebagai individualized educational program, yautu suatu
program pendidikan yang dirancang khusus secara individu untuk anak-anak
berkebutuhan khusus, dan
5.
penentuan strategi, lingkungan belajar, dan evalusi
pembelajaran.
Selain kelima
tujuan di atas, Wallace, G & Larsen, S (1978: 5) mengemu-kakan adanya dua
tujuan dalam pelaksanaan asesmen, yaitu :
1.
untuk
mengidentifikasi dan terkadang pemberian label untuk kepentingan administratif
masalah belajar yang dialami anak-anak berkebutuhan khusus, dan
2.
untuk
memperoleh informasi tambahan yang dapat membantu dalam merumuskan tujuan
pembelajaran, dan strategi pemberian remedial bagi anak-anak yang diduga
berkebutuhan khusus.
Dari uraian
tujuan di atas, setidaknya ada beberapa hal penting yang perlu digarisbawahi
dalam asesmen, yaitu :
1.
asesmen
dilakukan untuk penseleksian anak-anak yang berkebutuhan khusus,
2.
asesmen
bertujuan pula untuk penempatan siswa, sesuai dengan kemampuannya,
3.
untuk
merencanakan
program dan strategi pembelajaran, dan
4.
untuk
mengevaluasi dan memantau perkembangan belajar siswa.
Secara khusus,
sesungguhnya
tujuan asesmen dapat berorientasi pada keterampilan-keterampilan yang dimiliki
oleh seorang anak, baik dalam segi kemampuan akademik ataupun nonakademik.
3.Langkah
Pelaksanaan
Sebagai suatu
aktivitas yang sistematik dan berkelanjutan, sudah barang tentu
asesmen perlu dilakukan sesuai dengan prosedur yang baik, agar dengan begitu
hasil yang dicapai sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Adanya beberap factor
yang terkait dengan pelaksanaan asesmen juga harus dipertimbangkan secara
seksama.
Secara lebih spesifik Mercer & Mercer (1989:38) menjelaskan
adanya beberapa langkah yang dilakukan dalam asesmen anak berkebutuhan khusus
di sekolah, yaitu:
1.
Menentukan
cakupan dan tahapan keterampilan yang akan diajarkan. Agar pelaksanaan asesmen
dapat dilakukan secara efektif, maka seyogyanya guru terlebih dahulu memahami
tahapan kompetensi pembelajaran siswa dalam bidang pembelajaran tertentu. Ini
penting dilakukan untuk mengetahui dengan jelas keterampilan-keterampilan apa
yang telah dikuasai siswa. Secara teknik guru dapat melakukannya melalui
analisis tugas dalam kegitan pembelajaran di sekolah.
2.
Menetapkan
perilaku yang akan diases. Asesmen perilaku diawali dari tahapan yang paling
umum menuju tahapan yang khusus. Perilaku umum menunjuk pada rentang kompetensi
siswa dalam penguasaan materi kurikulum, misalnya pada mata pelajaran bahasa
mencakup kompetensi dasar untuk semua aspek bahasa. Sedang yang khusus, mungkin
hanya pada aspek membaca saja.
3.
Memilih
aktivitas evaluasi, guru harus mempertimbangkan aktivitas yang akan dilakukan
itu untuk evaluasi dalam rentang kompetensi umum, atau kompetensi khusus .
Evaluasi kompetensi umum, lazimnya dilakukan secara periodik (semester), sedang
untuk kompetensi khusus sebaiknya dilakukan secara formatif dan
berkesinambungan.
4.
Pengorganisasian
alat evaluasi. Hal ini perlu dilakukan berkenaan dengan evaluasi pendahuluan,
yang mencakup; identifikasi masalah, pencatatan bentuk-bentuk kesalahan yang
terjadi, dan evaluasi keterampilan-keterampilan tertentu. Setelah evaluasi awal
dilakukan, selanjutnya ditentukan tujuan dan strategi pembelajaran, serta
implementasi dan pemantuan kemajuan belajar siswa.
5.
Pencatatan
kinerja siswa. Ada dua hal mengenai kinerja siswa yang harus dicatat guru,
yaitu kinerja siswa pada pelaksanaan tugas sehari-hari, dan penguasaan
keterampilan secara keseluruhan, yang umumnya dicacat pada laporan kemajuan
belajar siswa.
6.
Penentuan
tujuan pembelajaran khusus untuk jangka pendek dan jangka panjang. Di sini guru
perlu merumuskan tujuan pembelajaran khusus bagi anak dalam jangka pendek
secara spesifik, misalnya dalam aspek membaca atau mengeja dalam pelajaran
bahasa, tetapi harus tetap berkontribusi dalam tujuan jangka panjang.
4.Teknik
Pelaksanaan Asesmen
Terdapat
beberapa teknik atau metode yang dapat dilakukan dalam upaya pelaksanaan
asesmen untuk anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah (dasar). Beberapa
diantara yang dapat dijelaskan di sini adalah melalui observasi, tes formal dan
informal, dan wawancara, dengan didukung beberapa instrumen seperti checklist
ataupun skala penilaian.
1.Observasi,
merupakan pengamatan yang dilakukan secara seksama terhadap aktivitas belajar
siswa, seperti cara pelajar, kinerja, perilaku, ataupun kompetensi yang
dicapai.
2.Tes formal,
sesungguhnya merupakan merupakan suatu bentuk tes yang telah terstandarkan,
yang memiliki acuan norma ataupun acuan patokan dengan tolok ukur yang telah
ditetapkan. Tes demikian umumnya dikembangkan secara global, oleh para ahli
dibidangnya. Dalam konteks asesmen pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus,
sesungguhnya kurang cocok untuk dilakukan, jika dilihat dari tujuannya yang
sangat spesifik, dan mencakup persoalan-persoalan pendidikan yang unik, yang
dihadapi siswa berkebutuhan khusus secara individual.
3.Tes informal.
Suatu jenis tes yang sangat bermanfaat dan sangat sesuai untuk memperoleh
informasi tentang berbagai hal yang berkenaan dengan kompetensi dan kemajuan
belajar anak berkebutuhan khusus. Tes informal umumnya dipersiapkan dan disusun
sendiri oleh guru, serta digunakan secara intensif untuk mengetahui
kompetensi-kompetensi khusus pada anak. Dalam kaitannya dengan asesmen, ada
beberapa bentuk yang sering digunakan, yaitu checklist, tes buatan
sendiri, ataupun berupa cloze
4.Wawancara, atau interview untuk
memperoleh informasi dengan sasaran utama orangtua, keluarga, guru di sekolah
ataupun teman sepermainan
C.
PEMBERIAN LAYANAN PENDIDIKAN
a.
Identifikasi Kebutuhan Pendidikan
Langkah awal
dalam pemberian layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus di sedolah dasar
adalah melakukan identifikasi dan asesmen terhadap kebutuhan pendidikan dari
siswa yang bersangkutan.
Temukan terlebih dahulu anak-anak yang diduga mengalami kelainan atau berkebutuhan
khusus, dengan beberapa teknik identifikasi dan asesmen yang telah dipelajari sebelumnya.
Hal ini sangat penting untuk dilakukan, mengingat kebutuhan layanan pendidikan
bagi anak
berkebutuhan khusus sangatlah spesifik, dengan berbagai keunikan yang dimiliki.
Melalui asesmen
permasalahan-permasalahan pendidikan khusus yang dialami anak akan diketahui,
dalam bidang apa, dan rentang persoalan yang dihadapinya.
Anak-anak yang mengalami kesulitan dalam aspek berbahasa,
tentu akan berbeda program dan strategi pelayanan dengan anak-anak memiliki
permasalaham pada aspek matematika.
Untuk
memperoleh informasi yang obyektif guna menentukan kebutuhan dan aspek
persoalan khusus yang dihadapi siswa di sekolah dasar, dapat ditempuh
langkah-langkah sebagaimana yang telah dibahas pada kajian identifikasi dan
asesmen. Setidaknya dapat dilakukan dengan beberapa teknik yang dapat dilakukan
guru di sekolah;
1.
Observasi,
dilakukan untuk memperoleh informasi tentang kondisi umum dan perkembangan
belajar seorang siswa di sekolah.
2.
Tes
informal dan formal untuk memperoleh informasi mengenai
keterampilan-keterampilan bidang tertentu yang mampu atau belum mampu dilakukan
oleh seorang siswa.
Dengan melakukan identifikasi dan asesmen
terhadap siswa, guru akan dapat mengetahui dan menentukan kondisi permasalahan
yang dihadapi anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah. Langkah selanjutnya
adalah merencanakan program pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhannya.
b.
Pengembangan Program
Salah satu
program pembelajaran yang dirancang untuk anak-anak berkebutuhan khusus adalah
program pembelajaran individual, yaitu program yang disusun sesuai dengan
kebutuhan individu anak-anak berkebutuhan pendidikan khusus, baik untuk
pendidikan jangka pendek atau jangka panjang. Menurut
Hallahan (1991:25) dalam persiapannya harus merumuskan tingkat kemampuan siswa
saat ini, yang memiliki tujuan jangka pendek ataupun jangka panjang. Sedang pememberian
layanan diberikan dengan menyusun rencana, aktivitas kegiatan dan melakukan
evaluasi. Semua program yang dilakukan untuk anak berkebutuhan khusus tersebut
haruslah memperoleh persetujuan dari orangtua murid.
Pengembangan
PPI sesungguhnya tidak dapat dilakukan sendiri oleh seorang guru, tetapi harus
ada koordinasi dengan berbagai fihak terkait di sekolah, Dinas pendidikan,
komite, dan orangtua murid. Hal ini mengingat kompleksnya permasalahan yang
ada, yang harus ditangani secara bersama-sama. Langkah awal yang harus
dilakukan untuk penyelenggaraan program PPI adalah membentuk tim penyusun
program, dengan kerja awal melakukan diskusi-diskusi dan menganalisis
permasalahan yang dihadapi siswa, untuk selanjutnya dibuatkan program yang
sesuai dengan kebutuhannya.
Proses
pengembangan PPI dapat dilakukan dengan mengikuti beberapa panduan prosedur
teknis, yaitu;
(1)
Mendeskripsikan
kompetensi siswa secara rinci pada saat sekarang dalam berbagai bidang
pelajaran, misalnya dalam menulis apakah siswa sudah dapat membuat garis
tebal/tipis, tegak bersambung, atau lainnya
(2)
Merumuskan
tujuan, baik jangka panjang (tahunan) ataupun tujuan jangka pendek, secara
khusus dalam kegiatan pembelajaran. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam merumuskan tujuan, harus mencakup keterampilan funsional praktis bagi
siswa, sesuai dengan perkembangan siswa, serta realistic;
(3)
Menentukan teknik
dan alat evaluasi untuk mengetahui kemajuan yang telah dicapai;
(4)
Mengembangkan
ranah kurikulum yang akan dibuat atau diprogramkan, serta
(5)
Menetapkan
strategi pembelajaran, sesuai dengan penekanan pada ranah kurikulumnya.
c.
Pelaksanaan
Setelah program
pembelajaran dibuat, selanjutnya adalah implementasinya dalam kegiatan
pembelajaran di sekolah. Dalam hal ini, guru harus mempertimbangkan berbagai
aspek dalam pelaksanaannya, yang memungkinkan program dapat berjalan secara
efektif. Selain itu, perlu pula dipersiapkan beberapa hal penting yang terkait
dengan program, diantaranya:
1.
Mencermati
tujuan dan sasaran program yang akan dicapai, baik secara umum ataupun khusus
berkenaan dengan pembelajaran baik anak berkebutuhan khusus di sekolah.
2.
Materi
dan lembar kegiatan, yang diperlukan selama pelaksanaan program berlangsung di
sekolah. Materi pembelajaran merupakan bagian penting yang harus dipersiapkan,
dengan memperhatikan kompetensi yang akan dicapai, serta struktur dan ranah
kurikulum yang dikembangkan.
3.
Fasilitas
dan sumber belajar, yaitu berupa media atau ruang sumber untuk kegiatan
pembelajaran. Media haruslah dapat dimanfaatkan secara optimal dalam mendukung
pencapaian tujuan, dan harus dibuat secara kreatif sesuai dengan karakateristik
kebutuhan siswa, misalnya untuk penyandang tunarungu media yang berwarna-warni
akan lebih menarik bagi anak yang mengandalkan persepsi visualnya. Sedang ruang
sumber merupakan satu kebutuhan pembelajaran untuk anak-anak berkebutuhan
khusus di sekolah umum (SD), yang dapat dijadikan tempat layanan pendidikan
khusus.
4.
Kalender
pembelajaran. Selain memperhatikan kalender pendidikan secara umum secara
nasional dan tingkat daerah, kalender pelaksanaan program pembelajaran
individual dapat dikembangkan sesuai kebutuhan dan kondisi lingkungan sekolah
masing-masing. Kegiatan dapat dilakukan pada siang hari, atau pada waktu-waktu
luang yang memungkinkan program dapat berlangsung. Mungkin tidak harus tiap
hari dilakukan, tetapi hanya dua atau tiga hari dalam seminggu, pada hari-hari
tertentu saja.
Sebelum
pelaksanaan program dilakukan, maka perlu terlebih dahulu dilakukan rapat
koordinasi tim yang melibatkan berbagai unsur sekolah, komite, dan orangtua
siswa yang bersangkutan. Ini dilakukan terutama untuk persiapan dan penentuan
agenda kegiatan program.
Dengan
mempersiapkan pelaksanaan program dengan sebaik-baiknya, maka kompetensi yang
diharapkan untuk mengatasi kesulitan akan lebih mudah dicapai. dari itu adalah
sebagai fasilitator dan motivator dalam pelaksanaan program. Kegiatan juga
harus dimonitor dan dievaluasi setiap saat untuk melihat perkembangan atau
kemajuan yang dicapai siswa, melalui observasi ataupun tes. Secara periodic
dapat dilakukan tes informal guna memberikan umpan balikan dalam pelaksanaan
program yang lebih baik.
d.
Evaluasi
Evaluasi
diberikan pada setiap akhir kegiatan pembelajaran atau dalam periode waktu
tertentu dalam bentuk tes informal maupun tes formal. Hal ini dilakukan untuk
mengukur tingkat kemajuan dan prestasi belajar yang telah dicapai siswa.
Jenisnya berupa tes tertulis, lisan ataupun perbuatan yang merupakan rangkaian
penyelesaian tugas-tugas pembelajaran yang disampaiakan dalam kegiatan
pembelajaran.
Untuk
anak-anak berkebutuhan khusus, sesungguhnya evaluasi dapat dilakukan dengan
portofolio, melalui serangkaian kegiatan atau tugas-tugas yang telah dilakukan
atau dibuat siswa. Aktivitas atau pekerjaan anak selama kegiatan pembelajaran
yang mencerminkan performans anak selama kegiatan menjadi dasar penilaian.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Langkah
awal yang dilakukan dalam menemukan dan menentukan anak-anak berkebutuhan
khusus di sekolah dasar adalah melalui identifikasi. Secara umum, identifikasi
adalah upaya menemukenali anak-anak yang diduga mengalami kelainan, atau
berkebutuhan khusus. Kegiatan ini sangat penting dilakukan oleh guru, untuk
dapat mememukan dan memberikan layanan sesuai dengan kebutuhan pendidikannya.
2.
Asesmen
merupakan aktivitas yang amat penting dalam proses pembelajaran di sekolah,
untuk itu pelaksanaannya harus benar-benar dilakukan secara obyektif dan
komprehentif terhadap kondisi dan kebutuhan anak. Pada intinya asesmen
berorientasi pada upaya pengumpulan informasi secara sistematis dalam upaya
perencanaan dan implementasi pembelajaran siswa di sekolah.
3.
Program
pembelajaran individual (PPI) merupakan salah satu program yang disusun sesuai
dengan kebutuhan individu anak-anak berkebutuhan pendidikan khusus, baik untuk
pendidikan jangka pendek atau jangka panjang Langkah awal untuk mengembangkan
program pembelajaran individu adalah dengan melakukan identifikasi dan asesmen
untuk mengetahui kompetensi dan bidang kesulitan yang dialami oleh seorang
anak. Informasi tersebut sangat diperlukan, terutama untuk dapat memberikan
layanan pendidikan yang sesuai.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Suparno. 2007. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional : Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar